Selamat Datang di moehsoulmount.blogspot.com

Sunday, April 19, 2015

Makalah

JANGAN MENYERAH

Ada kalanya sebuah perasaan tak kan bisa sampai pada tujuannya
dan di saat itu, tak bisa dipungkiri hati terasa kecewa.
namun jangan putus asa, jika ingin tetap bertahan maka kuatkan hati dan pendirian
perbanyak do'a dan pinta kepada Tuhan.
         Namun jika ingin menyerah dengan rasa yang ada
         Jangan pula putus asa, siapkan diri dengan semangat untuk mendapatkan yang lebih baik
         Tuhan selalu punya rencana yang lebih istimewa untuk hambanya
         Tak perlu bersedih hingga membuat hidupmu menjadi tercabik
Lakukan semampumu
Perbaiki dirimu dengan lebih sungguh sungguh
Hatimu pasti akan menemukan yang ia dambakan
:-)

Saturday, April 18, 2015

ETIKA BERBANGSA MENURUT ISLAM

MAKALAH 


“ETIKA BERBANGSA”

(Tafsir Hasby Ash Shidiqie “An Nuur”)

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Tafsir I









Disusun Oleh :
MUH. SHOLIHIN
26.09.3.4.013


NON REGULER
JURUSAN TARBIYAH
PROGRAM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SURAKARTA
2010


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Akhir-akhir ini sering kali terjadi adanya anarkisme yang berkedok agama, hal ini sangat meresahkan dan juga adanya berbagai paham keagamaan yang menghalalkan kekerasan sebagai jalan keluar. Hal ini dikarenakan pemahaman terhadap Al Qur’an. Untuk itu dalam kesempatan ini kami akan menyampaikan beberapa hal mengenai tafsir-tafsir Al Qur’an yang berkaitan dengan etika berbangsa.

B. Rumusan Masalah
Tafsir-tafsir ayat yang berkaitan dengan etika berbangsa.

C. Tujuan
1. Meningkatkan rasa saling menghargai.
2. Meningkatkan rasa saling menghormati
3. Menambah ilmu tenteng etika-etika dalam berbangsa.
4. Memahami dan menghargai perbedaan.



BAB II
PEMBAHASAN

A. Perlindungan Agama
Q.S. Al An’am (6) : 108

              •  •          
Artinya : “Dan janganlah kamu memaki semua orang yang menyembah selain Allah, lalu mereka memai-maki Allah dengan cara melampaui batas karena kebodohannya terhadap Allah. Demikianlah Kami telah menghiasi tiap umat dengan amalan, kemudian kepada Tuhanlah tempat kembalinya, lalu Tuhan mengabarkan kepada mereka tentang apa yangt mereka telah kerjakan.” (Q.S. Al An’am (6) : 108)
Tarsir
Janganlah kamu memaki-maki Tuhan-Tuhan orang musyrik yang mereka serukan selain Allah, karena mungkin sekali mereka (para musyrik) akan membalas memaki-maki Allah atas daras permusuhan dan melampaui batas untuk memanas-manasi hati orang mukmin. Mereka adalah orang-orang yang paling tidak mengetahui kadar Allah. Dari firman Allah itu, kita bisa mengetahui bahwa mengerjakan ketaatan yang dapat mendorong kepada kemaksiatan adalah hendaklah ditinggalkan.
Seperti hiasan itulah, Kami (Allah) menghiasi tiap umat yang kafir dengan amalan-amalan yang buruk. Memang telah menjadi sunnah bahwa manusia memandang baik apa yang mereka biasakan, walaupun apa yang mereka biasakan itu mereka terima dengan taklid buta.
Mereka kemudian kembali kepada Tuhannya (setelah meninggal), lalu Tuhan memberitahukan kepada mereka apa yang mereka kerjakan pada (hari hisab), kebajikan atau pun kejahatan, dan membalas dengan pembalasan yang layak mereka terima .
Jadi, dari ayat tersebut dapat kita ketahui bersama bahwa Allah melarang kita memaki atau pun menghina orang-orang musyrik yang berbeda keyakinan dengan kita.

Q.S. An Nahl (16) : 125)
             •     •       
Artinya : “Ajaklah mereka kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran (nasihat) yang baik serta debatlah mereka dengan cara yang baik pula. Sesungguhnya Tuhanmu lebih mengetahui tentang orang yang sesat dari jalan_Nya dan Dia lebih mengetahui orang-orang yang memperoleh petunjuk.” (Q.S. An Nahl (16) : 125).
Tafsir
Serulah (dakwahilah) semua orang kepada jalan Tuhanmu, karena dakwah Islam adalah dakwah yang lengkap dan kamu (Muhammad) diutus kepada semua manusia. Tetapi serulah mereka dengan hikmah, dengan tutur kata yang bisa mempengaruhi jiwanya, dan dengan pelajaran-pelajaran yang baik, yang disambut oleh akal yang sehat dan diterima oleh tabiat manusia. Jika kamu mendapati kesukaran-kesukaran dalam perjalananmu, maka debatlah mereka dengan metode yang terbaik. Janganlah kamu mencaci maki tuhan-tuhan mereka yang menyebabkan mereka memaki Allah. Jangan pula kamu menantang kepercayaan mereka sebelum kamu menyiapkan jiwa mereka untuk menerima kepercayaanmu.
Ketahuilah, ada di antara kamu yang jiwanya tidak bisa dilunakkan oleh pelajaran dan tidak mau memperkenankan suatu seruan (ajakan). Merekalah orang-orang yang disesatkan oleh Allah.
Tuhanmu mengetahui orang yang menyimpang dari jalan yang lurus, baik di antara orang yang berselisih tentang hari Sabtu maupun yang selain itu. Allah mengetahui orang yang menempuh jalan yang lurus di antara mereka. Dia akan memberi pembalasan kepada mereka semua di hari akhir, masing-masing sesuai dengan haknya .
Dari keterangan di atas dijelaskan bahwa kita diperintahkan oleh Allah SWT untuk berdakwah kepada siapa saja dengan cara yang baik tanpa memaksakan kepercayaan kita kepada orang lain dan tanpa mencaci maki tuhan mereka. Apabila diharuskan melalui sebuah perdebatan maka juga dilakukan dengan cara yang baik.

B. Perlindungan Jiwa
Q.S. Al Maidah (5) : 32

                   ••      ••        •        
Artinya : “Karena itulah, Kami menetapkan atas Bani Israil, sesungguhnya barang siapa membunuh orang bukan dengan sebab yang mewajibkan qisas (bela) atau bukan dengan sebab membuat kerusakan di dalam negeri, maka seolah-olah dia telah membunuh manusia semuanya. Dan barang siapa menghidupkan seseorang, maka seolah-olah dia menghidupkan semua manusia. Sesungguhnya telah datang kepada rasul-rasul Kami yang membawa keterangan-keterangan nyata. Kebanyakan dari mereka sesudah itu sungguh berlaku boros di muka bumi.” (Q.S. Al Maidah (5) : 32)
Tafsir
Disebabkan oleh kejahatan yang keji yang dilakukan oleh seorang anak Adam itu, Kami pun menetapkan kepada Bani Israil bahwa barang siapa membunuh seseorang dengan tidak ada sesuatu sebab yang dibenarkan syara’ atau membunuh seseorang bukan karena si terbunuh membuat kerusakan di muka bumi atau mengganggu keamanan, maka berarti dia membunuh semua manusia.
Barang siapa menjadi sebab bagi kehidupan seseorang dengan melepaskannya dari kematian, maka seolah-olah dia telah menghidupkan semua manusia, hal itu karena tiap seseorang dipandang sebagai anggota masyarakat.
Ayat ini mendorong kita untuk memelihara kesatuan manusia dan menggerakkan kita bersungguh-sungguh memelihara keselamatan bersama. Merusak kehormatan seseorang dipandang sebagai merusak kehormatan bersama. Kisah anak Adam ini terdapat dalam pasal keempat dalam Sifrut Takwin.
Sesungguhnya rasul-rasul itu telah membawa keterangan yang nyata sebagai nyatanya matahari pada waktu siang. Akan tetapi kebanyakan manusia berlaku boros di dunia.
Ayat ini menetapkan prinsip kesatuan umat dan satu sama lainnya harus bantu-membantu dan saling menjamin, sehingga seluruh umat merupakan satu kesatuan yang tidak terpecah-pecah .
Jadi, dari keterangan tafsir di atas bahwa kita sebagai umat manusia haruslah saling menjaga satu dan yang lainnya, meskipun berbeda keyakinan, adat, dan sebagainya karena kita hidup dalam satu masyarakat. Selain itu kita juga harus saling bantu-membantu dan saling menjamin satu dengan yang lainnya.

Q.S. Al An’am (6) : 151

                             •         •            
Artinya : “Katakanlah, marilah kepadaku supaya aku membacakan apa yang diharaman Tuhan kepadamu, yaitu : janganlah kamu mempersekutukan suatu dengan Dia, dan berbuatlah ihsan kepada ibu bapakmu, serta janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut miskin. Kami memberi rezeki kepadamu dan kepada mereka, janganlah kamu mendekati segala sesuatu yang keji, baik yang lahir maupun yang tersembunyi. Janganlah kamu membunuh manusia (jiwa) yang diharamkan oleh Allah, kecuali dengan jalan yang hak (benar, sah). Itulah yang dipesankan kepadamu, mudah-mudahan kamu memahaminya.” (Q.S. Al An’am (6) : 151)
Tafsir
Marilah kamu kepadaku, kata Nabi Muhammad. Aku akan membacakan apa yang telah diharamkan kepadamu oleh Tuhanmu yang memegang hak tasyri’ (membuat aturan syara’), tahlil (menghalalkan), dan tahrim (mengharamkannya), sedangkan aku hanya seorang utusan yang menyampaikan perintah-perintah_Nya. Ini wasiat yang sepuluh, lima berupa larang dan lima berupa perintah.
Janganlah kamu mempersekutukan suatu makhluk dengan Allah, walaupun bagaimana besarnya makhluk itu, seperti matahari, atau tinggi kadar martabatnya seperti nabinabi dan malaikat. Semua makhluk itu tunduk di bawah kehendak dan aturan Allah. Karena itu wajiblah kamu menyembah Allah, menaati Dia dan berdoa kepada_Nya, serta menuruti ajaran Rasul SAW.
Berbuat baiklah kepada ibu bapakmu dengan ikhlas dan tulus hati. Hal ini menghendaki supaya kamu tidak menyakiti mereka berdua. Betapa pun kecilnya perbuatan yang menyakitkan hati orang tua itu, haruslah dihindari. Mendurhakai orang tua merupakan dosa besar.
Janganlah kamu mendekati perbuatan yang mendatangkan dosa besar, baik berupa perbuatan maupun ucapan, seperti zina dan memfitnah. Baik yang dilakukan dengan terang-terangan atau pun tersembunyi. Tidak dibenarkan kita melakukan perbuatan buruk itu. Dalam masa jahiliyah, orang yang berzina secara tersembunyi dibenarkan. Yang dilarang adalah berzina dengan terang-terangan. Kedua bgentuk perzinaan itu diharamkan oleh Allah dengan ayat ini.
Janganlah kamu membunuh manusia (jiwa) yang diharamkan oleh Allah baik karena orang tersebut telah masuk Islam atau masih menjadi dzimmi (non muslim) atau telah menjalin perjanjian damai, seperti ahlul kitab yang bermukim di wilayah negeri muslim.
Tiap jiwa yang muslim yang haram dibunuh, kecuali diamelakukan salah satu dari tiga sebab tersebut. Yakni berzina dalam keadaan muhshan (bersuami-beristri), membunuh orang dengan sengaja, dan kembali kepada kufur, serta mengadakan pertentangan (perlawanan).
Orang yang kafir yang bertempat tinggal di negeri muslim mempunyai hak memperoleh perlindungan atas jiwanya selama dia tidak melakukan perbuatan yang dapat menghapuskan hak tersebut.
Allah memerintahkan kamu supaya melakukan kebajikan dan menjauhi kejahatan (kemaksiatan) untuk menyiapkan kamu selalu mau mengikuti perbuatan kebajikan dan kemanfaatan, mengerjakan yang disuruh (makruf) dan menjauhi hal-hal yang dilarang (munkar).
Hal ini memberi pengertian bahwa mempersekutukan Allah dan mengharamkan saibahadalah perbuatan yang tidak dibenarkan oleh akal karena tidak nyata kemaslahatannya .
Jadi, dari ayat diatas dapat dipahami bahwa :
a. Larangan mempersekutukan Allah
b. Perintah berbakti kepada kedua orang tua
c. Larangan mendekati hal-hal yang dapat mendatangkan dosa besar seperti berzina dan memfitnah.
d. Larangan membunuh anak kita karena takut miskin
e. Larangan membunuh manusia (jiwa) yang tidak ada hak atas kita membunuhnya, meskipun dia orang kafir.
Dapat kita simpulkan bahwa setiap manusia berhak untuk hidup dan kita wajib saling menjaga dan melindungi satu sama lain.

C. Perlindungan Akal
(Q.S. An Nahl (16) : 78)
    •            
Artinya : “Allahlah yang telah melahirkan kamu dari perut ibumu, sedangkan kamu tidak mengetahui apa-apa. Allah menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan, dan hati; mudah-mudahan kamu mensyukurinya.
Tafsir
Allah yang membuat kamu mengetahui apa yang semula kamu tidak mengetahui, sesudah mengeluarkan kamu dari perut ibumu. Dia memberimu alat untuk mencapai ilmu dan jalan memahaminya, yaitu pendengaran, penglihatan, dan akal. Sehingga kamu mengetahui rahasia segala sesuatu yang ada di sekitarmu.
Dengan makrifat yang diberikan kepadamu dan tanda-tanda kebesaran yang dapat kamu lihat dengan mata kepalamu, kamu mensyukuri_Nya .
Berdasarkan tafsir di atas dapat disimpulkan bahwa Allah memberi kita pendengaran, penglihatan, dan akal untuk dapat memahami dan mengetahui apa yang tidak kita ketahui. Bersyukurlah kepada Allah atas semua yang telah Allah berikan kepada kita. 

D. Perlindungan Harta
Q.S. Al ‘Adiyat (100) : 8
    
Artinya : “Dan sesungguhnya dia benar-benar sangat mencintai kekayaan.” (Q.S. Al ‘Adiyat (100) : 8)
Tafsir
Lantaran sangat cintanya kepada harta dan sangat tamak untuk mengumpulkan harta yang sebanyak-banyaknya, maka manusia menjadi kikir .
Dari tafsir di atas dapat kita ketahui bahwa manusia bisa menjadi kikir karena terlalu mencintai harta dan tamak dalam hal harta dunianya.

Q.S. Al Humazah (104) : 2-3
      •   
Artinya : “Yang mengumpulkan (menumpuk) kekayaan dan selalu menghitungnya (disiapkan untuk menghadapi bencana). ((1)) Dia mengira bahwa hartanya itu akan mengekalnya dirinya.” ((2)) (Q.S. Al Humazah (104) : 2-3)
Tafsir
Yang mendorong dia mencela dan membuat fitnah di antara manusia karena kesombongan atas harta kekayaan yang dimilikinya, yang selalu dihitung-hitungnya. Atau karena kebanggaan yang berlebih atas kekayaan yang dimilikinya, yang mebuat dia berpendapat bahwa kekayaan adalah segalanya. Dengan kekayaan dia menyangka bahwa dirinya telah mencapai kedudukan yang paling tinggi dan muncullah perilaku suka menghina (merendahkan) orang lain.
Dia pun menyangka bahwa harta kekayaannya menjamin dirinya akan hidup kekal (langgeng) di dunia dan terhindar dari kematian. Buktinya, dia mengernjakan usahanya seperti layaknya orang yang akan hidup selama-lamanya (abadi). Dia menyangka dirinya tidak akan dihidupkan lagi di alam akhirat dan tidak dimintai pertanggungjawaban atas perbuatan-perbuatannya .
Dari tafsir di atas dapat kita ketahui bersama bahwa seseorang mencintai harta dunia secara berlebihan dapat membuatnya lupa diri dan menganggap bahwa hartanya adalah segala-galanya yang dapat membuat dia hidup abadi dan tidak akan pernah menderita sampai-sampai dia lupa bahwa dia akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang telah dikerjakan di dunia ini.
E. Keturunan
Q.S. An Nissa’ (4) : 9
•               
Artinya : “Orang-orang yang sekiranya meninggalkan anak kecil dan merasa khawatir anak-anaknya itu akan terlantar hendaklah bertakwa kepada Allah, dan berbicaralah dengan kata-kata yang baik”. (Q.S. An Nissa’ (4) : 9)
Tafsir
Hendaklah mereka yang memelihara anak yatim memperlakukan anak yatim seperti memperlakukan anak sendiri. Hendaklah mereka ingat, jika mereka dipanggil Tuhan dengan memanggil anak-anak yang masih kecil, tentulah kehidupan anak-anak kecil itu akan mengalami kesulitan (terlantar) jika tidak ada yang memeliharanya dengan sempurna. Hendaklah mereka juga ingat, jika mereka memperlakukan dengan tidak baik kepada anak yatim, bisa jadi anak-anak mereka juga diperlakukan demikian oleh orang lain .
Jadi, maksut dari ayat ini adalah bahwa kita diperintah oleh Allah agar kita senantiasa mengasihi anak yatim sebagai mana kita mengasihi anak kita sendiri. Karena bisa saja apa yang diperlakukan kepada anak yatim tersebut bisa saja terjadi kepada anak kita sendiri.
F. Persaudaraan
Q.S. Ali Imron (3) : 105
               
Artinya : “Dan janganlah kamu menyerupai ahlul kitab yang suka brcerai-berai dan berselisih setelah datang berbagai keterangan. Mereka itu akan menerima azab yang besar (berat). (Q.S. Ali Imran (3) : 105).
Tarsir
Janganlah kamu berperilaku seperti ahlul kitab yang becerai-berai dalam agama, lalu mendirikan beberapa partai (mazhab). Masing-masing partai berusaha menjegal pendapat partai lain, sehingga mereka pun saling bermusuhan.
Ulama-ulama yang jumud (konservatif) pada akhir-akhir ini terus berselisih dan masing-masing dari mereka menyesatkan yang lain. Para salaf (ulama klasik), walaupun berbeda pendapat, mereka tidak menyombongkan diri dengan mengatakan pendapatnya paling benar dan lawan adalah salah.
Ayat ini dengan tegas mencegah kita berselisih dan menjadikan perselisihan sebagai jalan menuju permusuhan.
Azab yang mereka terima melengkapi kerugian yang diderita, baik di dunia maupun di akhirat. Di dunia mereka bermusuh-musuhan dan di akhirat mereka menderita karena azab yang pedih .
Jadi, bahwa Allah SWT melarang kita untuk saling menghina, merendahkan, atau bahkan memandang bahwa orang yang berlainan pendapat atau aliran dengan kita tidak boleh kita salahkan, apalagi kita menyombongkan diri bahwa pendapat atau aliran kita yang paling benar. Karena hal itu akan menjadikan kita saling bermusuhan. Dan Allah SWT akan memberi azab kepada siapa saja yang berbuat demikian.

Q.S. Al Isra’ (17) : 70
                  
Artinya : “Kami sungguh telah memuliakan anak Adam dan kami membawa mereka di daratan dan di laut, serta Kami memberi rezeki mereka dengan makanan yang baik-baik dan Kami utamakan mereka daripada kebanyakan makhluk yang telah Kami jadikan, dengan keutamaan yang benar.” (Q.S. Al Isra’ (17) : 70)
Tafsir
Kami (Allah) telah memuliakan anak Adam dengan memberi akal dan pikiran kepada mereka. Sehingga mereka dapat menundukkan apa yang ada di alam ini, seperti air dan udara. Kami memuliakan mereka dengan menjadikan isi yang indah dan perawakannya yang tegak berdiri (gagah), Kami memberinya rezeki dengan berbagai macam makanan yang baik, dari tumbuhan atau pun binatang, serta Kami utamakan mereka atas makhluk Kami. Oleh karena itu tidaklah layak mereka mempersekutukan Allah dan terus menerus menyembah berhala .
Dari tafsir di atas dapat kita pahami bahwa Allah memuliakan manusia dengan diberi akal dan apa yang telah diciptakan apa-apa yang ada di alam ini adalah untuk dimanfaatkan manusia, baik yang di darat, laut maupun udara. Akan tetapi kita sering ingkar terhadap itu semua dan kita juga sering mengeksploitasi secara berlebihan tanpa memperhatikan keseimbangan alam di sekitar kita.

Q.S. Al Qashash (28) : 77
                         •     
Artinya : “Dan pergunakanlah apa yang telah diberikan oleh Allah untuk memperoleh negeri akhirat dan janganlah kamu melupakan peruntunganmu dari kesenangan dunia, dan berbuat baiklah kepada makhluk Allah, sebagaimana Allah telah berbuat kebajikan kepadamu, dan jangan pula mencari kerusakan di bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai para perusak.” (Q.S. Al Qashash (28) : 77)
Tafsir
Hai Qorun, kata kaumnya menasihati, janganlah kamu bergembira, sombong, dan angkuh. Sebab, dunia itu adalah barang yang akan sirna dan ibarat barang pinjaman yang akan dikembalikan kepada pemiliknya, yaitu Allah. Karena itu, pergunakanlah apa yang telah diberikan oleh Allah dalam perbuatan ketaatan dan mendekatkan diri kepada_Nya yang akan menghasilkan pahala dunia dan pahala akhirat.
Janganlah kamu menjauhkan diri dari kesenangan dunia, baik mengenai makanan, minuman, pakaian, ataupun tempat tinggal. Sebab, kamu mempunyai beberapa kewajiban terhadap dirimu sendiri dan mempunyai beberapa kewajiban terhadap keluargamu. Jalan tengah dalam menempuh hidp di dunia adalah beramal untuk dunia, seakan-akan hidup sepanjang abad dan beramal untuk akhirat, seakan-akan kita mati besok.
Agama tidak menghendaki kita menghindari segala kelezatan dunia dan hidup atas bantuan orang lain. Tetapi agama menghendaki supaya kita bekerja dan berdaya upaya untuk memperoleh harta dengan jalan yang halal. Apabila kita telah memperoleh harga, hendaklah kita tunaikan hak Allah dan janganlah kita melupakan bagian kita sendiri di dunia itu.
Berbuat ihsanlah kepada makhluk Allah, sebagaimana Allah telah berbuat ihsan kepadamu dengan memberi berbagai macam nikmat. Karena itu, bantulah makhluk Allah dengan harta dan pengaruhmu, serta hadapilah mereka dengan muka yang jernih dan pergaulilah mereka dengan cara yang baik.
Janganlah kamu menggunakan kekayaanmu dan kemegahanmu untuk menimbulkan keresahan di kalangan masyarakat.
Turutilah nasihat-nasihat kami, kata kaumnya kepada Qarun, karena Allah tidak memuliakan orang-orang yang membuat kesalahan. Apalagi menjauhkan diri dari Dia .
Berdasarkan uraian di atas, Allah memerintahkan kepada kita untuk menyeimbangkan antara kebutuhan dunia dan kebutuhan akhirat. Dan ketika kita mendapatkan kebutuhan akhirat kita haruslah menggunakannya di jalan Allah. Yaitu ketika kita memiliki harta kita harus ingat ada sebagian hak di sana dari orang-orang miskin. Dan ketika kita memiliki kekuasaan maka kita hendaknya menggunakan kekuasaan untuk berbuat bijak terhadap orang lain bukan dengan membuat keresahan di kalangan masyarakat. Sehingga mendekatkan kita kepada Allah bukan sebaliknya.


Q.S. Al Maidah (5) : 2
                             •                      •   •    
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman. Janganlah kamu merusak kehormatan syi’ar Allah. Jangan pula kamu menghalalkan bulan haram dan jangan kamu ganggu binatang yang telah diserahkan kepada Al Baitul Haram, demikian pula binatang-binatang yang telah diberi berkalung. Janganlah kamu halalkan membunuh pengujung Al Baitul Haram. Mereka mencari kuatamaan dan keridhaan Tuhannya. Apabila kamu telah berada di daerah halal (telah keluar dari tanah Haram), maka berburulah kamu. Dan janganlah karena didorong oleh rasa benci kepada suatu kaum yang telah menghambat kamu mengunjungi Al Masjidil Haram, lalu kamu menganiaya (menyerang) mereka (kaum itu). Bertolong-tolonglah kamu dalam usaha kebajikan dan usaha memelihara dari segala yang memudaratkan diri. Jangan pula saling menolong dalam perbuatan dosa dan permusuhan, dan bertakwalah kamu kepada Allah. Sesungguhnya Allah itu sangat keras sisksa_Nya. 

Tafsir
Janganlah kamu berbuat sesuka hatimu terhadap Syi’ar Allah (manasik haji) dan syariat-syariat Allah). Jangan pula kamu melampaui batas-batas Allah, jangan menghalangi manusia dari mengerjakan haji, dan berilah kesempatan kepada segenap muslim menunaikan segala ibadah haji.
Tegasnya, janganlah kamu berlaku sebagaimana kamu menghendaki, tetapi berlakukah sebagaimana yang telah diterangkan oleh Allah.
Janganlah kamu mengganggu binatang di tanah Haram, baik dengan merampas, menyembelih, atau mencuri sebelum binatang itu sampai ke Ka’bah.
Janganlah kamu mengganggu binatang yang telah diberi kalung di lehar, yaitu unta, lembu, kambing, biri-biri dan yang sejenisnya. Binatang-binatang di tanah Haram disebut dengan hadiah sebagai tanda kemuliaan. Ada yang menyatakan, yang dimaksut dengan binatang yang berkalung di lehernya adalah orang-orang kafir. Maka maknanya, jangan kamu membunih orang-orang kafir.
Kamu janganlah membunuh orang-orang yang menuju Baitullah atau mengganggu orang yang menuju ke tempat itu. Allah mewajibkan semua orang muslim menjadikan musim haji dan tempat berhaji aman dan tenang bagi mereka yang melaksanakan haji.
Mereka (para haji) datang ke Baitul Haram untuk mencari keutamaan Allah dan keridhaan_Nya. Diriwayatkan dari Qatadah bahwa yang dimaksut dengan mereka yang mencari keutamaan Allah di sini adalah : orang-orang musyrik yang mencari kemaslahatan dunia dan kemaslahatan penghidupannya.
Jika kamu telah keluar dari ihrammu, tidak lagi dalam posisi masih berihram, dan bukan lagi berada di tanah Haram, maka berburulah kamu sebagaimana yang kau kehendaki. Allah melarangmu berburu hanya ketika di daerah Haram dan dalam keadaan kamu berihram.
Janganlah, karena terdorong rasa benci kepada sesuatu kaum, karena kamu pernah dihadang saat masuk Mekah, kemudian kamu menganiaya mereka. Perbuatan memberi maaf atas kejahatan mereka adalah lebih baik dari pada membalas melakukan kejahatan.
Para musyrik telah menghambat orang-orang Islam yang ingin mengerjakan umrah pada tahun Hudaibiyah. Atas kejadian itu, Allah melarang para mukmin melakukan pembalasan dengan menganiaya mereka pada tahuh haji wada’, yaitu pada tahun turunnya surat ini.
Apalagi menganiaya sesuatu kaum tidak akan berhasil tanpa dibantu oelah banyak orang. Karena itu, Tuhan melarang menganiaya kaum tersebut, sebab dengan itu berarti mereka saling menolong dalam melakukan kejahatan.
Bertolong-tolonglah kamu dalam kebaktian, yaitu segala rupa kebajikan yang dituntut syara’ dan mampu menumbuhkan ketenangan hati. Janganlah kamu bertolong-tolongan dalam perbuatan dosa, yaitu sesuatu yang membawa durkaha kepada Allah, sebagaimana kamu jangan bertolong-tolonglah dalam permusuhan.
Berbaktilah kepada Allah, hai segenap manusia yang berjalan menurut sunnah_Nya yang telah diterangkan dalam Al Qur’an dan dalam undang-undang kejadian dalam alam ini. Allah itu Maha Keras siksa_Nya.
Oleh karena itu janganlah kamu menyalahi perintah_Nya. Siksa Tuhan melengkapi siksa dunia dan siksa akhirat .
Dari keterangan di atas dapat kita ketahui bersama bahwa kita sebagai umat muslim haruslah melaksanakan apa yang telah diperintahkan dan menjauhi apa yang dilaran oleh Allah SWT. Jangan menghalalkan apa yang telah diharamkan, tidak boleh dendam terhadap orang yang sudah berbuat jahat kepada kita, dan kita diperintahkan agar senantiasa bertolong menolong dalam hal kebaikan, bukan sebaliknya.

Q.S. Al Hujurat (49) : 13
 ••           •      •    
Artinya : “Wahai manusia, sesungguhnya kami menjadikan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, dan Kami menjadikan kamu bersuku-suku dan berbangsa-bangsa supaya kamu saling mengenal; sesungguhnya orang yang paling mulia di sisi Allah adalah orang yang paling takwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Dalam Pengertian_Nya.” (Q.S. Al Hujurat (49) : 13)

Tarsir
Hai manusia, Allah telah menjadikan kamu seorang lelaki dan seorang perempuan, maka bagaimanakah sebagian kamu menghinakan sebagian yang lain, sedangkan kamu sebenarnya adalah orang-orang yang seketurunan.
Kami (Allah) menjadikan kamu bersuku-suku dan bergolongan-golongan supaya kamu saling mengenal, bukan untuk bermusuh-musuhan. Jelasnya, Allah menjadikan kamu terdiri dari beberapa bangsa dan warna kulit supaya kamu lebih tertarik untuk saling berkenalan.
Inilah dasar demokrasi yang benar di dalam Islam, yang menghilangkan kasta-kasta dan perbedaan bangsa. Masih adanya perbedaan rasial (apartheid) sangat ditentang oleh agama Islam.
Orang yang paling mulia di sisi Allah dan yang paling tinggi kedudukannya di dunia serta di akhirat aalah yang paling bertakwa kepada_Nya.
Takwa adalah suatu prinsip umum yang mencakup : takut kepada Allah dan mengerjakan apa yang diridhai_Nya, yang melengkapi kebajikan di dunia dan kebajikan di akhirat.
Allah mengetahui semua perbuatanmu dan mengetahui semua rahasia dirimu. Karena itu bertakwalah kepada_Nya dan jadikanlah takwa itu sebagai perbekalan untuk hari akhir kelak.
Dijelaskan oleh Abu Daud bahwa ayat ini turun mengenai Abu Hind, seorang bukang bekam. Rasulullah menyuruh Bani Bayadhah mengawinkan Hind dengan salah seorang gadis mereka. Bani Bayadhah menjawab : “Apakah kami harus mengawinkan anak gadis kami dengan bekas golongan budak kami sendiri ?” Berkenaan dengan itu turunlah ayat ini .
Kesimpulan dari ayat ini adalah bahwa perbedaan suku dan bangsa serta perbedaan warna kulit merupakan bukti kekuasaan Allah dan agar kita saling mengenal satu sama lain, saling menghargai, saling menghormati. Karena orang yang paling mulia di sisi Allah adalah orang yang bertakwa bukan karena yang lainnya.

G. Bangsa-bangsa, Suku-suku, untuk saling mengenal
Q.S. Al Hujurat (49) : 13
 ••           •      •    
Artinya : “Wahai manusia, sesungguhnya kami menjadikan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, dan Kami menjadikan kamu bersuku-suku dan berbangsa-bangsa supaya kamu saling mengenal; sesungguhnya orang yang paling mulia di sisi Allah adalah orang yang paling takwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Dalam Pengertian_Nya.” (Q.S. Al Hujurat (49) : 13)
Tarsir
Hai manusia, Allah telah menjadikan kamu seorang lelaki dan seorang perempuan, maka bagaimanakah sebagian kamu menghinakan sebagian yang lain, sedangkan kamu sebenarnya adalah orang-orang yang seketurunan.
Kami (Allah) menjadikan kamu bersuku-suku dan bergolongan-golongan supaya kamu saling mengenal, bukan untuk bermusuh-musuhan. Jelasnya, Allah menjadikan kamu terdiri dari beberapa bangsa dan warna kulit supaya kamu lebih tertarik untuk saling berkenalan.
Inilah dasar demokrasi yang benar di dalam Islam, yang menghilangkan kasta-kasta dan perbedaan bangsa. Masih adanya perbedaan rasial (apartheid) sangat ditentang oleh agama Islam.
Orang yang paling mulia di sisi Allah dan yang paling tinggi kedudukannya di dunia serta di akhirat aalah yang paling bertakwa kepada_Nya.
Takwa adalah suatu prinsip umum yang mencakup : takut kepada Allah dan mengerjakan apa yang diridhai_Nya, yang melengkapi kebajikan di dunia dan kebajikan di akhirat.
Allah mengetahui semua perbuatanmu dan mengetahui semua rahasia dirimu. Karena itu bertakwalah kepada_Nya dan jadikanlah takwa itu sebagai perbekalan untuk hari akhir kelak.
Dijelaskan oleh Abu Daud bahwa ayat ini turun mengenai Abu Hind, seorang bukang bekam. Rasulullah menyuruh Bani Bayadhah mengawinkan Hind dengan salah seorang gadis mereka. Bani Bayadhah menjawab : “Apakah kami harus mengawinkan anak gadis kami dengan bekas golongan budak kami sendiri ?” Berkenaan dengan itu turunlah ayat ini .
Kesimpulan dari ayat ini adalah bahwa perbedaan suku dan bangsa serta perbedaan warna kulit merupakan bukti kekuasaan Allah dan agar kita saling mengenal satu sama lain, saling menghargai, saling menghormati. Karena orang yang paling mulia di sisi Allah adalah orang yang bertakwa bukan karena yang lainnya.

Q.S. Ar Ruum (30) : 30)
         ••             ••   
Artinya : “Luruskanlah pandanganmu terhadap agama Allah dengan sepenuh hati, dan berpegang eratlah kepada fitrah Allah, yang dengan fitrah itu manusia diciptakan. Tidak ada perubahan terhadap tabiatnya yang diciptakan oleh Allah (agama Allah), itulah agama yang lurus. Tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.
Tafsir
Apabila kebenaran dapat mengalahkan syirik, maka hadapkanlah mukamu kepada agama yang lurus dan hindarilah semua macam kesesatan. Perintah ini pada mulanya ditujukan kepada Nabi SAW., yang dengan sendirinya merupakan peringatan yang harus ditaati oleh umat muslim seluruhnya.
Tabiat yang telah difitrahkan oleh Allah pada diri manusia adalah tabiat mengakui adanya Allah yang Esa, yang dapat dipahami oleh akal yang sehat. Allah menciptakan manusia mempunyai fitrah dan tabiat menerima kepercayaan (paham) tauhid dan mengakuinya. Sebenarnya, kalau manusia ini dibiarkan berpedoman kepada akalnya dan tidak dipengaruhi oleh faktor-faktor luar, maka tentulah dia akan memilih agama Islam menjadi agamanya. Sebab, islamlah agama fitrah dan tabiat, agama yang menghargai akal.
Pegang teguhlah fitrah Allah yang menjadi tabiat manusia dan janganlah kamu mengganti tabiat tauhid yang menjadi tabiatmu, dengan mengikuti bisikan-bisikan setan yang mempengaruhi jiwamu.
Apa yang diperintahkan oleh Allah untuk mengesakan Dia, itulah yang lempang, yang lurus, agama fitrah : agama Islam.
Tetapi kebanyakan manusia, karena tidak memahami keterangan-keterangan yang dikemukakan oleh Allah, maka mereka tidak mengetahuinya, tentulah akan menurut dan tidak menghalangi manusia lain berseluruh dengan nur atau cahaya hati .
Dari tafsir di atas bahwa manusia diciptakan bersama fitrahnya bertauhid kepada Allah melalui agama Islam.

H. Keanekaragaman Warna Kulit
Q.S. Ar Ruum (30) : 22
         •     
Artinya : “Dan diantara tanda-tanda kebesaran Allah itu adalah menjadikan langit dan bumi, serta perbedaan bahasa dan warna kulitmu. Sesungguhnya yang demikian itu benar-benar terdapat pada tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal.” (Q.S. Ar Ruum (30) : 22)

Tafsir
Di antara tanda-tanda wujud Allah dan kekuasaan_Nya adalah Allah menciptakan langit yang luas yang dihias dengan beraneka ragam bintang yang tetap dan yang bergerak, serta menciptakan bumi yang mempunyai gunung, sungai, laut dan daratan, binatang dan tumbuhan.
Di antara tanda-tanda kekuasaan Allah yang lain adalah adanya berbagai macam bahasa percakapan manusia di bumi yang tidak dapat dihitung jumlahnya. Selain itu juga perbedaan warna kulit, sehingga mereka dapat dibedakan kebangsaannya antara satu dengan yang lain berdasarkan warna kulitnya.
Ada yang berkata : “Bahasa itu terjadi pada mulanya adalah meniru-niru (imitasi) suara yang terdengar oleh sekelompok manusia.” Pendapat ini dapat kita terima, siapakah yang memberikan kekuatan meniru pada manusia dan siapa pula yang memberikan suara-suara dalam alam dunia ini?
Terhadap apa yang telah dijelaskan itu terdapat tanda-tanda yang nyata bagi orang-orang yang mengetahui rahasia alam dan aturan-aturan bermasyarakat yaitu para pakar sosiologi, bahasa dan akhlak.
Al Qur’an mengarahkan pembicaraan ini kepada kita semua, tidak dikhususkan kepada para filosof semata. Akan tetapi yang bisa memahami ayat-ayat secara luas dan mendalam, tentulah para pakar. Kita dapat pula mengerahuinya semampu akal kita masing-masing .
Pada ayat ini Allah menjelaskan tanda-tanda kebesaran dan kekuasaan_Nya yaitu menciptakan langit dan bumi beserta isinya. Selain itu tanda kebesaran Allah ialah adanya berbagai macam bahasa dan warna kulit sehingga kita dapat saling mengetahi antara satu dengan yang lain. Dan ini merupakan bukti nyata kekuasaan Allah SWT.

I. Berlomba kebajikan, Allah menghimpun kita di mana saja kita berada
Q.S. Al Baqarah (2) : 142-150
   ••                       •     ••                                       ••           •                 •                       •                •         •             •    •         •                  •  •                                            ••               
Artinya : “Di antara orang-orang yang akalnya lemah dan tidak berbudi pekerti akan berkata : Apakah yang menyebabkan orang-orang muslimin beralih dari kiblat yang selama ini mereka menghadap ?” Katakanlah :”Timur dan barat adalah kepunyaan Allah. Dia memberi petunjuk jalan yang lurus kepada siapa saja yang dikehendaki_Nya. ((142)) Dan sedemikianlah kami telah menjadikan kamu umat pilihan, supaya kamu menjadi saksi terhadap kamu. Tidaklah Kami syari’atkan kiblat yang dulu kamu berada di situ, kecuali untuk Kami ketahui siapa yang mengikuti Rasul dari orang-orang yang surut ke belakang. Sesungguhnya menghadap ke kiblat itu adalah perbuatan berat, kecuali bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah. Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Allah itu sungguh Maha Penyayang dan Maha Kekal rahmat_Nya. ((143)) Sungguh Kami melihat kamu menengadah mukamu ke langit. Kami akan hadapkan mukamu ke arah kiblat yang engkau senangi. Maka, hadapkan mukamu ke arah Masjidil Haram. Di mana saja kamu semua berada, hadapkanlah mukamu ke arah Ka’bah itu. Dan sesungguhnya mereka yang telah diberi kitab, tentu mengetahui bahwa kitab itu benar dari Tuhan mereka. Allah tidaklah lalai terhadap apa yang mereka perbuat. ((144)) Dan berikan kepada orang yang sudah diberi kitab dengan segala keterangan dan hujjah (alasan), namun mereka tidak akan mengikuti kiblatmu. Kamu juga tidak akan mengikuti kiblat mereka, dan sebagian dari mereka tidak akan mengikuti kiblat sebagian yang lain. Dan sungguh, jika kamu mengikuti kemauan dan keinginan mereka sesudah wahyu datang kepadamu, tentulah engkau termasuk orang-orang yang menganiaya (mempersulit) diri sendiri. ((145)) Orang-orang yang telah kami beri al kitab, mengenalnya sebagaimana mereka mengenal anak-anaknya. Sesungguhnya sebagian dari mereka betul-betul menyembunyikan kebenaran, padahal mereka mengetahuinya. ((146)) Kebenaran itu datang dari Tuhanmu, karena itu janganlah engkau termasuk orang yang ragu-ragu. ((147)) Setiap umat mempunyai kiblat yang dituju, oleh sebab itu segeralah kamu berlomba-lomba dalam kebajikan. Di mana saja kamu berada, ALlah akan mengumpulkan kamu semua. Sesungguhnya Tuhan itu Maha Berkuasa atas segala sesuatu. ((148)) Dan dari mana saja engkau datang (berasal), maka hadapkanlah mukamu ke arah al Masjidil Haram. Sesungguhnya itu kebenaran dari Tuhanmu, dan Allah tidaklah lalai atas apa yang kamu kerjakan. ((149)) Dari mana saja engkau datang, hadapkanlah mukamu ke arah al Masjidil Haram, dan atau di mana saja kamu berada, hadapkanlah mukamu ke arah itu, supaya orang-orang (ahlul kitab) itu tidak mempunyai dalih untuk membantahnya, kecuali orang-orang yang zalim di antara mereka. Maka, janganlah engkau takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada_Ku. Aku akan sempurnakan nikmat_Ku kepadamu. Mudah-mudahan kamu memperoleh petunjuk. ((150)) (Q.S. Al Baqarah (2) : 142-150).

Tarsir ayat 142-143
Dalam ayat-ayat ini Allah menjelaskan tentang apa yang akan terjadi, yakni adanya tuduhan dari orang Yahudi, munafikin dan musyrikin atas perubahan kiblat ke Ka’bah. Allah memberitahu Nabi mengenai akan adanya tuduhan itu seelum pemindahan kiblat dilaksanakan. Allah memberi penjelasan kepada Nabi tentang alasan dasar dan hikmah pemindahan kiblat tersebut. Dengan penjelasan itu Nabi bisa mempersiapkan untuk menangkis tuduhan-tuduhan orang Yahudi dan menerima cemoohannya. 

Asbabun Nuzul
Ketika Nabi Muhammad masih bermukim di Mekah, jika bersembahyang beliau selalu menghadap ke arah batu (sakhrah) yang berada di Masjidil Aqsha (Baitul Maqdis) Yerussalem, sebagaimana dilakukan para nabi Bani Israil sebelumnya. Tetapi Nabi Muhammad sangat menginginkan berkiblat ke Ka’bah dan selalu berharap semoga Allah mengganti kiblat yang berlaku dari Baitul Maqdis ke Ka’bah di Masjidil Haram. Lantaran ini, Nabi mengumpulkan antara menghadap ke Ka’bah dan ke Sakhrah dengan cara bersembahyang di sebelah selatan Ka’bah dan menghadap ke utara.
Tetapi sesudah bermukim di Madina, saat bersembahyang Nabi hanya menghadap ke Baitul Maqdis, karena tidak bisa mengumpulkan keduanya, seperti halnya saat masih berada di Mekah, enam belas bulan lamanya Nabi berkiblat ke Baitul Maqdis saat beribadat. Selama dalam rentang waktu itu, Nabi selalu berharap kepada Allah supaya menjadikan Ka’bah sebagai kiblat umat Islam, karena Ka’bah adalah kiblat Nabi Ibrahim. Berkenaan dengan hal itu, maka turunlah ayat 144 dari Surat ini. 

Tafsir Ayat 144-147
Pada ayat-ayat ini Allah memerintahkan Muhammad SAW. menghadap ke kiblat Ka’bah. Saat bersembahyang. Orang-orang ahlul kitab mengetahui, menghadap ke Ka’bah adalah suatu perintah yang benar karena datang dari ALlah. Allah juga menjelaskan, kaum Yahudi dan Nasrani tidak akan mengikuti Muhammad, walaupun telah banyak hujjah diberikan. Tuhan menegaskan, jika Nabi SAW. mengikuti hawa nafsu para ahlul kitab, tentu Nabi akan menjadi orang yang menganiaya diri sendiri.
Pada akhirnya orang yang telah diberi kitab mengetahui bahwa Muhammad adalah nabi yang benar. Hanya sebagian dari mereka yang tetap menyembunyikan kebenaran itu. Barang yang hak adalah yang datang dari Allah, dan kita tidak boleh ragu-ragu ataupun meragukannya. 

Tafsir Ayat 148-150
Dalam ayat-ayat ini Allah menjelaskan kalau nabi-nabi lain mempunyai kiblat, maka Nabi Muhammad dan umatnya berhak pula memiliki kiblat sendiri. Tuhan juga menjelaskan bahwa terhadap segala apa yang kita lakukan, Alah pasti membalasnya. Kemudian Tuhan memerintahkan kita menghadap ke Masjidil Haram saat bersembahyang dimana pun berada. Juga dijelaskan sebagaimana menjadikan Ka’bah sebagai kiblat umat Islam.




BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari beberapa uraian di atas dapat kita simpulkan bahwa dalam etika berbangsa kita harus saling menghargai dan menghomati, saling menjaga satu dengan yang lainnya demi terciptanya rasa aman dan nyaman. Agama Islam tidak pernah mengajarkan adanya diskriminasi ras, karena semua penciptaan manusia yang berbeda-beda merupakan tanda kebesaran Allah dan agar manusia saling mengenal dan bersosialisasi satu dengan yang lain.

B. Saran
Marilah senantiasa kita menjaga keamanan dan ketertiban dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Demi terciptanya rasa aman dan nyaman dengan saling menghargai dan menghormati satu dengan yang lain.




DAFTAR PUSTAKA

Ash Shidiqie, Prof. Dr. Teungku Muhammad Hasbi. 2000. Tafsir Al Qur’anul Majid An Nuur. Semarang. PT. Pustaka Rizki Putra. Edisi 2. Cetakan 2. Jilid I
___________. 2000. Tafsir Al Qur’anul Majid An Nuur. Semarang. PT. Pustaka Rizki Putra. Edisi 2. Cetakan 2. Jilid II.
___________. 2000. Tafsir Al Qur’anul Majid An Nuur. Semarang. PT. Pustaka Rizki Putra. Edisi 2. Cetakan 2. Jilid III.
___________. 2000. Tafsir Al Qur’anul Majid An Nuur. Semarang. PT. Pustaka Rizki Putra. Edisi 2. Cetakan 2. Jilid IV.
___________. 2003. Tafsir Al Qur’anul Majid An Nuur. Semarang. PT. Pustaka Rizki Putra. Edisi 2. Cetakan 2. Jilid V.

KREASI JAYA SENTOSA





Ini adalah sebuah karya yang dari beberapa anak yang sedang menghibur diri :)
cekidott :D